elhakeem


FUNGSI REPRODUKSI


>>)§(<<


...Sekarang gaulilah mereka dan usahakanlah apa yang ditetapkan Allah untuk kamu...
.::QS Al Baqarah 187::.
Ayat ini merupakan perintah atau izin melakukan hubungan seks (walaupun di bulan suci Ramadhan; asal tidak pada saat melakukan ibadah puasa/setelah berbuka).
Kalimat "apa yang ditetapkan Allah untuk kamu" dipahami oleh sementara sahabat Nabi dan tabi'in sebagai perintah melakukan reproduksi.
Apapun maknanya, namun yang jelas pada ayat lain Allah berpesan kepada para suami.
Istri-istrimu adalah tanah tempat bercocok tanam untukmu, karena itu garaplah ia, dengan cara bagaimana kamu kehendaki (anggap baik).
.::QS Al Baqarah 223::.
Tentu saja tidak bijaksana apabila seseorang menanam benih di tanah yang buruk.
Karena itu harus pandai-pandai memilih tanah garapan;
dalam arti harus pandai-pandai memilih pasangan.
Tanah yang subur pun harus diatur masa dan musim penanamannya, jangan setiap saat ia dipaksa untuk berproduksi.
Karena itu pula harus pandai-pandai mengatur masa kehamilan, jangan setiap ada kesempatan "pak tani" menanam benihnya.
Yang diharapkan dari petani adalah hasil panen yang berkualitas, yang dapat bertahan dalam segala tantangan cuaca, dan yang lezat serta penuh gizi.
Orang tua pun harus dapat menghasilkan anak yang sehat, beriman dan bertakwa serta dapat menghadapi segala macam tantangan hidup.
Harus diakui bahwa anak keturunan adalah buah hati dan salah satu dari kedua hiasan hidup duniawi.
Semua orang, tak terkecuali para Nabi pun, mendambakan anak.
Namun demikian, dalam saat yang sama, anak-anak adalah amanat ditangan orang tua mereka.
Semakin banyak anak semakin besar dan banyak pula tanggung jawabnya.
Karena itu, ibu bapak harus melakukan perhitungan yang sangat teliti.
Dari sini setiap Muslim harus dapat mengatur dan merencanakan jumlah anak-anaknya.
Allah mengajari kita tentang hal tersebut melalui ketentuan-ketentuan-Nya yang berlaku di alam raya ini serta ketentuan-ketentuan syariat-Nya.
Bukankah alam raya ini berjalan di dalam tataran sistem yang amat teliti, unik dan atas dasar pengaturan dan peraturan yang sangat rapi dan serasi?
Matahari terbit dan terbenam pada waktu tertentu, demikian juga bulan, malam dan siang, semuanya serba teratur dan dengan perhitungan yang teliti.
Perhatikanlah shalat dengan waktu dan kadar-kadarnya yang tertentu, begitu juga zakat, puasa dan haji.
Maha Benar Allah ketika berfirman:
Sesungguhnya segala sesuatu Kami ciptakan menurut ukuran.
.::QS Al Qamar 49::.
Dan tidak sesuatu pun kecuali di sisi Kami khazanahnya dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu.
.::QS Al Hijr 21::.
Yang demikian harus kita pelajari dan teladani.
Manusia berakal adalah yang menjadikan keteraturan dan disiplin sebagai ciri dari segala aktivitasnya.
Karena dengan keteraturan itu, akan terhematnya tenaga dengan hasil yang berlipat ganda.
Kini kita hidup dalam satu kurun waktu di mana bangsa-bangsa tidak bersaing dalam jumlah warganya, atau luas wilayahnya, tetapi bersaing dengan kualitas dan prestasinya Sesungguhnya pengaturan keluarga dibolehkan oleh agama dan dibenarkan oleh pertimbangan akal, bila ada sebab-sebab yang mendukungnya.
Sebab-sebab itu dapat dinilai sendiri oleh suami istri sesuai dengan situasi dan kondisi mereka berdua.
Para ulama dahulu dan sekarang, telah menyebutkan sejumlah sebab yang membolehkan suami istri melakukan perencanaan keluarga.
Salah seorang diantara ulama terdahulu yang merinci hal ini adalah Imam Al Ghazali (w. 505H/1111M).
Sementara itu, Imam terbesar (lembaga-lembaga Al Azhar) Syaikh Mahmud Syaltut, dalam bukunya "Tanzim An Nasl", menyimpulkan sebagian pendapat Imam Al Ghazali menyangkut persoalan ini, tulisnya:
Menurut pendapat Al Ghazali, menghalangi (lahirnya) anak dibolehkan oleh agama dan tidak ada ke'makruh'an pada upaya menghalangi itu, karena larangan baru terjadi bila ada "nash" (dalil agama yang pasti) atau analogi yang dibenarkan.
Sedangkan bila dalam hal pengaturan keluarga tidak ditemukan "nash", tidak ada pula satu prinsip yang dapat dijadikan rujukan analogi atasnya.
Bahkan sebaliknya kita mempunyai;
dalam kemubahannya;
prinsip yang dapat dijadikan rujukan analogi, yaitu 'tidak menikah sama sekali, atau tidak melakukan hubungan seks setelah pernikahan, atau mencegah kehamilan setelah hubungan seks'.
Semua itu mubah, tidak ada sesuatu yang dikandung pencegahan itu kecuali tidak melakukan yang "afdhalutama).
Karena itu mencegah kehamilan dengan jalan 'azl (coitus interuptus), atau semacamnya adalah mubah.
Adapun pandangan ahli-ahli hukum masa kini, antara lain yang dapat dikemukakan adalah pendapat Asy Syaikh Sayyid Sabiq.
Dalam bukunya yang kenamaan, "Fiqh As Sunnah", ia menulis di bawah subjudul "'Azl dan Keluarga Berencana" sebagai berikut:
"Telah dijelaskan diatas bahwa Islam mendambakan banyak anak, karena hal ini merupakan salah satu faktor kekuatan dan ketangguhan bagi umat/bangsa.
Tetapi, walaupun demikian, Islam tidak menghalangi;
dalam satu kondisi tertentu;
pelaksanaan keluarga berencana, dengan menggunakan obat yang dapat mencegah terjadinya kehamilan, atau dengan cara apa pun selain pengguguran janin atau dengan alat-alat kontrasepsi yang dapat menghalangi kehamilan
."


>>)§(<<


back to home


elhakeem.xtgem.com